Cari Blog Ini

0 Mencari dan menjual kayu bakar lebih baik daripada meminta-minta.

Senin, 29 April 2013

BAB I
PENDAHULUAN

            Agama islam menjelaskan secara tegas, bahwa larangan meminta-minta ini sangat tegas diberikan oleh Rasul. Disamping dengan menyuruh dan menjelaskan lebih baik bekerja beliau juga menjelaskan keburukan meminta minta, dan di berikan sangsi ancaman. Dalam riwayat lain orang orang yang meminta minta diberikan ancaman pada hari akhirat nanti ia akan dibangkitkan pada raut wajah yang hitam.
            Semua itu menujukan bahwa meminta minta itu merupakan suatu pekerjaan yang tidak baik untuk dilakukan oleh setiap muslim. Oleh karena itu mari kita bangun cara supaya kita menjadi muslim yang baik, yaitu sesuai yang dijelaskan oleh baginda Nabi Muhammad SAW. Semoga syaf’atnya diberikan kepada kita.


HADIS

 4. Mencari dan menjual kayu bakar lebih baik daripada meminta-minta.

Hadits Abu Hurairah tentang menjual kayu bakar lebih baik dari pada meminta-minta.

TULIS ARAB

حدثنا يحي بن بكير حدثنا الليث عن عقيل عن ابن شهابٍ عن أبي عبيد مولى عبد الرحمن بن عوف أنه سمع ابا هريرة رضي الله عنه يقول قال رسول الله صلى الله عليه وسلم لان يحتطب احدكم حزمة على ظهره خير له من ان يسال احد فيعطيه اويمنعه {اخرجه البخارى في كتاب المساقة}

ARTI HADIS

Bercerita kepada kita Yahya bin Bakir bercerita kepada kita Laits dari Uqail dari Ibnu Syihab dari Abi Ubaid Maula Abdurrahman bin Auf sesungguhnya telah mendengar dari Abu Hurairah r.a. dia berkata : Rasulullah bersabda “Mencari kayu bakar seberkas lalu dipikul di atas punggungnya terus dijual itu lebih baik bagi seseorang dari pada mengemis kepada orang lain yang kadang-kadang diberinya atau tidak[1].

PENJELASAN HADIS

Makna hadits tersebut adalah bahwasanya Rasulullah SAW menganjurkan untuk kerja dan berusaha serta makan dari hasil keringatnya sendiri, bekerja dan berusaha dalam Islam adalah wajib, maka setiap muslim dituntut bekerja dan berusaha dalam memakmurkan hidup ini. Selain itu jika mengandung anjuran untuk memelihara kehormatan diri dan menghindarkan diri dari perbuatan meminta-minta karena Islam sebagai agama yang mulia telah memerintahkan untuk tidak melakukan pekerjaan yang hina.
Dalam menari rizki harus mengenal ketekunan dan keuletan. Rasulullah memerintah mereka bekerja dengan kemampuan kerja dan memberinya dorongan agar tidak merasa lemah dan mengharapkan belas kasihan orang lain. Dalam al-Qur’an menyatakan bahwa pertolongan Allah hanya datang kepada mereka yang berusaha dengan komitmen dan kesungguhan. Dalam surat al-Isra’ ayat 84 menyatakan bahwa seseorang harus bekerja sesuai dengan bakat dan kemampuan:

قُلْ كُلٌّ يَعْمَلُ عَلَى شَاكِلَتِهِ فَرَبُّكُمْ أَعْلَمُ بِمَنْ هُوَ أَهْدَى سَبِيلاً ﴿٨٤﴾
Artinya : Katakanlah: "Tiap-tiap orang berbuat menurut keadaannya masing-masing." Maka Tuhanmu lebih mengetahui siapa yang lebih benar jalannya”. (al-Isra’ : 84)
Hadits Miqdam bin Ma’dikariba tentang Nabi Daud makan dari usahanya sendiri
حدثناإبراهيم ابن موسى أخبرنا عيسى بن يو نس عن ثورٍ عن خالدبن معدان عن المقدام رضي الله عنه عن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال ما اكل احد طعاما قط خيرا من ان ياءكل من عمل يده وان نبي الله داوودعليه السلام كان ياء كل من عمل يده {اخرجه البخارى في كتاب المساقة}
Artinya :
Telah bercerita Ibrahim bin Musa dikabarkan pada kita Isa bin Yunus dari Tsaurin dari Khalid bin Ma’dan Diriwayatkan dari al-Miqdam ra : Nabi Saw pernah bersabda, “tidak ada makanan yang lebih baik dari seseorang kecuali makanan yang ia peroleh dari uang hasil keringatnya sendiri. Nabi Allah, Daud as, makan dari hasil keringatnya sendiri[2].
Dari hadits tersebut dijelaskan bahwa rizki yang paling baik adalah rizki yang di dapat dari jalan yang dihalalkan Allah SWT, serta dari usaha diri sendiri.
Dengan mengambil contoh, bahwasanya Nabi Daud as adalah seorang Nabi, akan tetapi beliau makan dari hasil tangannya sendiri. Dengan cara membuat pakaian (rompi/baju perang) dari besi dan diperjual belikan kepada kaumnya.
Hadits Abu Hurairah r.a tentang Nabi Zakariya seorang tukang kayu
حدثناهدّاب بن خالدٍ. حدثنا حمادبن سلمة عن ثابت، عن أبي رافعٍ، عن ابى هريرة رضي الله عنه يقول قال رسول الله صلىالله عليه وسلم قال كان زكرياء نجّارا {اخرجه مسلم في كتاب الفضائل}
Artinya :
Telah bercerita pada kita Haddab bin Kholid telah bercerita pada kita Khammad bin Salamah dari Tsabit dari Abi Raafi’ dari Abu Hurairah ra. Sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda : “Bahwa Nabi Zakariya as, adalah seorang tukang kayu
Dalam hadits di atas memberi ketegasan bahwa pekerjaan apapun tidak dipandang rendah oleh Islam, hanya perlu ditekankan bahwa dalam berusaha harus memperhatikan prosesnya yang terkait dengan halal dan haram.
Firman Allah SWT :
يَا أَيُّهَا النَّاسُ كُلُواْ مِمَّا فِي الأَرْضِ حَلاَلاً طَيِّباً وَلاَ تَتَّبِعُواْ خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُّبِينٌ ﴿١٦٨﴾
Artinya :
Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan;” (QS. Al-Baqarah : 168)
Nabi adalah contoh dan suritauladan bagi umatnya seperti yang tertera pada hadits ini bahwa Nabi pun mengajarkan kita bahwa bekerja apapun asalkan halal, maka kita boleh melakukannya.
Nabi Muhammad sendiri pun pernah menggembala kambing milik penduduk Makkah sebelum menjadi Nabi. Hal ini menunjukkan bahwa prosesi Nabi dan Rasul itu tidak merintangi tugasnya sebagai pembawa risalah kebenaran dari Allah SWT.


Hadits Penguat

عن رفاعة بن رافع رضى الله عنه أنّ رسول الله صلّى الله عليه وسلّم سُئل: أيّ الكسْب أطيب؟ قال عمل الرّجل بيده وكلّ بيع مبْرر (رواه البزار وصححه الحاكم)
عن عبد الله بن عمر رضى الله عنه قال قال النّبي صلّى الله عليه وسلّم ما يزال الرّجل يسأل النّاس حتّى يأتى يوم القيامة ليس فى وجهه مزعة لحم (رواه البخاري و مسلم)
Hadis ini juga memotivasi manusia agar mencari nafkah memenuhi kebutuhan hidup haruslah berusaha dengan bekerja dalam lapangan kehidupan yang ia mampu kerjakan, baik itu berupa bertani, berdagang, bertukang, menjadi pelayan dan sebagainya. Jangan sekali-kali mencari nafkah dari hasil meminta-minta sebagai pengemis jalanan. Jadi hadi ini sangat erat hubungannya dengan hadis pokok bahasan pertama yang menyatakan bahwa usaha terbaik dalam memenuhi kebutuhan hidup adalah usaha yang dilakukan dengan tangan sendiri.
Demikiankah juga hadis ini memberi isyarat bahwa agama Islam menyuruh umatnya bekerja untuk mendapatkan rezeki. Islam sangat menilai jelek dan rendah martabat perilaku menjadi pengemis, untuk memenuhi kebutuhan hidup. Bekerja mencari kayu bakar kemudian dijual adalah lebih baik daripada mengemis. Hal ini dinyatakan Nabi dalam salah satu sabdanya, hadis dari Abu Hurairah r.a bahwa Rasulullah bersabda :
لِاَنْ يَطُبَ اَحَدُكُمْ جَزْمَةً عَلىَ ظَهْرِهِ خَيْرٌ مِنْ اَنْ يَسْأَلَ اَحَدٌ فَيُعْطِهِ اَوْ يَمْنَعُهُ ( اَخْرَجَهُ اْلبُخَاِرىْ مِنْ كِتَابِ اْلبُيُوْعِ(
“sesungguhnya bahwa seseorang di antara kamu yang bekerja mencari kayu bakar, diikatkan di punggungnya kayu itu (guna memikulnya) adalah lebih baik daripada dia meminta-minta yang kemungkinan diberi atau tidak diberi.” (Hadis ini dikeluarkan oleh Imam Bukhari dalam Kitab al-Buyu’[3]).


FIQH HADIS (inti sari)

. حَدَّثَنَا مُوسَى بْنُ إِسْمَاعِيلَ حَدَّثَنَا وُهَيْبٌ حَدَّثَنَا هِشَامٌ عَنْ أَبِيهِ عَنْ حَكِيمِ بْنِ حِزَامٍ - رضى الله عنه - عَنِ النَّبِىِّ - صلى الله عليه وسلم - قَالَ « الْيَدُ الْعُلْيَا خَيْرٌ مِنَ الْيَدِ السُّفْلَى ، وَابْدَأْ بِمَنْ تَعُولُ ، وَخَيْرُ الصَّدَقَةِ عَنْ ظَهْرِ غِنًى ، وَمَنْ يَسْتَعْفِفْ يُعِفَّهُ اللَّهُ ، وَمَنْ يَسْتَغْنِ يُغْنِهِ اللَّهُ » صحيح البخارى - (ج 5 / ص 394)
( اليد العليا ) التي تعطي وتنفق . ( واليد السفلى ) التي تأخذ . ( يستعفف ) يطلب العفة وهي الكف عن الحرام وعن سؤال الناس . ( يستغن ) يطلب الغنى من الله تعالى لا من الناس ]
"Dari Hakim bin Hizam ra, bahwa Rosul saw bersabda; "Tangan di atas itu lebih baik dari tangan yang dibawah, maka dahulukanlah yang menjadi tanggung jawabmu (dalam memenuhi kebutuhan hidup mereka), dan sebaik-baik shadaqah adalah jika tidak berlebihan. Barang siapa yang bisa menjaga diri (dari barang hasil meminta-minta) maka Allah swt akan menjadikannya orang yang terjaga. Dan barang siapa yang merasa cukup, maka Allah swt akan mencukupinya" .
2. حَدَّثَنَا أَبُو النُّعْمَانِ قَالَ حَدَّثَنَا حَمَّادُ بْنُ زَيْدٍ عَنْ أَيُّوبَ عَنْ نَافِعٍ عَنِ ابْنِ عُمَرَ - رضى الله عنهما - قَالَ سَمِعْتُ النَّبِىَّ - صلى الله عليه وسلم - . وَحَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مَسْلَمَةَ عَنْ مَالِكٍ عَنْ نَافِعٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ - رضى الله عنهما - أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - قَالَ وَهُوَ عَلَى الْمِنْبَرِ ، وَذَكَرَ الصَّدَقَةَ وَالتَّعَفُّفَ وَالْمَسْأَلَةَ « الْيَدُ الْعُلْيَا خَيْرٌ مِنَ الْيَدِ السُّفْلَى ، فَالْيَدُ الْعُلْيَا هِىَ الْمُنْفِقَةُ ، وَالسُّفْلَى هِىَ السَّائِلَةُ » صحيح البخارى - (ج 5 / ص 396)
"Dari Abdillah bin Umar ra, bahwasannya ketika itu nabi berada di atas mimbar (membaca khutbah) dan menyinggung masalah shadaqah dan meminta-minta, lalu nabi bersabda; "Tangan di atas itu lebih baik dari tangan yang dibawah. Tangan yang diatas adalah orang yang memberi sedangkan tangan yang di bawah adalah yang meminta-minta".
3. حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ بُكَيْرٍ حَدَّثَنَا اللَّيْثُ عَنْ عُقَيْلٍ عَنِ ابْنِ شِهَابٍ عَنْ أَبِى عُبَيْدٍ مَوْلَى عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عَوْفٍ أَنَّهُ سَمِعَ أَبَا هُرَيْرَةَ - رضى الله عنه - يَقُولُ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - « لأَنْ يَحْتَطِبَ أَحَدُكُمْ حُزْمَةً عَلَى ظَهْرِهِ خَيْرٌ مِنْ أَنْ يَسْأَلَ أَحَدًا ، فَيُعْطِيَهُ أَوْ يَمْنَعَهُ » صحيح البخارى - (ج 7 / ص 466)
"Abu Hurairah ra berkata, Rosul saw bersabda; "Seseorang yang pergi (ke hutan) mencari kayu bakar, lalu ia pulang dengan memikul seikat kayu bakar tersebut diatas pundaknya, adalah lebih baik daripada ia meminta-minta, baik diberi atau tidak".
4. وعن أَبي عبد الله الزبير بن العَوَّام - رضي الله عنه - ، قَالَ : قَالَ رسول الله - صلى الله عليه وسلم - : (( لأَنْ يَأخُذَ أحَدُكُمْ أحبُلَهُ ثُمَّ يَأتِيَ الجَبَلَ ، فَيَأْتِيَ بحُزمَةٍ مِنْ حَطَب عَلَى ظَهْرِهِ فَيَبِيعَهَا ، فَيكُفّ اللهُ بِهَا وَجْهَهُ ، خَيْرٌ لَهُ مِنْ أنْ يَسْألَ النَّاسَ ، أعْطَوْهُ أَوْ مَنَعُوهُ )) رياض الصالحين - (ج 1 / ص 329)
"Dari Abi Abdillah al-Zubair bin `Awam ra, Rosul saw bersabda; " Seseorang yang membawa tali dan pergi ke gunung (untuk mencari kayu), kemudian ia pulang dengan memikul seikat kayu bakar diatas pundaknya dan menjualnya, lalu Allah swt menjaga kehormatannya, adalah lebih baik daripada meminta-minta kepada manusia, baik diberi atau tidak".

KESIMPULAN

Orang yang memberi itu lebih baik daripada orang yang meminta. Sedekah yang baik adalah sedekah dari kekayaan yang lebih.Meminta-minta adalah cara memberdayakan anggota-anggota tubuh yang tidak sesuai dengan fungsinya. Anjuran untuk berusaha mencari rizki meski dengan cara yang paling hina sekalipun, dan menanamkan rasa risih pada diri kita untuk mengemis, memberikan kiat untuk menjaga kemuliaan dan mencegah kita dari kenistaan.


DAFTAR PUSTAKA
Sumber : http://hadis –pendidikan.html
            Imam Bukhari, Sahih Bukhori juz 3, Daarul kutub Al-ilmiyah, beriut libanon, 1992.


[1] http//hadis-pendidikan.html
[2] Hadis Riwayat Bukhari no. 2072.
[3] Hadis riwayat Bukhari no.2074.
Read more

0 ushul fiqh tentang kehujahan Al Quran menurut pandangan imam mazhab


PENDAHULUAN
A         Latar Belakang
            Kehujahan Al Quran ini menjelaskan Al Quran itu kebenaran yang nyata, sebab Al Quran adalah landasan umat islam. Hukum di dalam agama islam itu sendiri sumber utama yaitu Al Quran dan hukum sumber ke dua yaitu hadis. Untuk mengetahui lebih jelasnya dalam makalah ini ada beberapa pendapat imam mazbab.
B         Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian kehujahan Al Quran ?
2.      Siapa saja imam mazhab itu ?
3.      Bagaimana identifikasi tentang mazhab ?
C         Tujuan
1.      Menjelaskan kehujahan Al Quran ?
2.      Menjelaskan pendapat mazhab ?
3.      Menjelaskan ayat ayat yang terkandung di dalamnya ?
1.1       Kehujjahan Al-Qur'an.

Abdul Wahab Khallaf (Mardias Gufron, 2009) mengatakan bahwa “kehujjahan Al-Qur’an itu terletak pada kebenaran dan kepastian isinya yang sedikitpun tidak ada keraguan atasnya”[1].  Hal ini sebagaimana firman Allah SWT yang berbunyi :

Surat al Baqarah ayat 2;

2. Kitab (Al Quran) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa, Tuhan menamakan Al Quran dengan Al kitab yang di sini berarti yang ditulis, sebagai isyarat bahwa Al Quran diperintahkan untuk ditulis.
 Takwa Yaitu memelihara diri dari siksaan Allah dengan mengikuti segala perintah-perintah-Nya; dan menjauhi segala larangan-larangan-Nya; tidak cukup diartikan dengan takut saja.

        Berdasarkan ayat di atas yang menyatakan bahwa kebenaran Al-Qur’an itu tidak ada keraguan padanya, maka seluruh hukum-hukum yang terkandung di dalam Al-Qur’an merupakan aturan-aturan Allah yang wajib diikuti oleh seluruh ummat manusia sepanjang masa hidupnya.

            M. Quraish Shihab (Mardias Gufron, 2009) menjelaskan bahwa “seluruh Al-Qur’an sebagai wahyu, merupakan bukti kebenaran Nabi SAW sebagai utusan Allah, tetapi fungsi utamanya adalah sebagai petunjuk bagi seluruh ummat manusia”.

            Para ulama dan ushul fiqh dan lainnya sepakat menyatakan bahwa Al-Qur’an merupakan sumber utama hukum islam yang diturunkan Allah SWT dan wajib diamalkan. Apabila hukum permasalahan yang ia cari tidak ditemukan dalam Al-Qur’an maka barulah mujtahid mempergunakan dalil lain. Beberapa alas an yang dikemukakan ulama ushul fiqh tentang kewajiban berhujjah dengan Al-Qur’an antara lain sebagai berikut :

1.      Al-Qur’an diturunkan kepada Rasulullah secara mutawatir, dan ini memberi keyakinan bahwa Al-Qur’an itu benar-benar datang dari Allah SWT melalui malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad SAW.
2.      Banyak ayat yang mengatakan bahwa Al-Qur’an itu datangnya dari Allah, diantaranya :

a.    Ali imran ayat 3 :


Dia menurunkan al-Qur’an kepadamu dengan sebenarnya; membenarkan kitab-kitab yang telah diturunkan sebelumnya dan menurunkan Taurat dan Injil.

b.         Surat An Nisa’ : 105
 

Sesungguhnya Kami telah menurunkan kitab kepadamu dengan membawa kebenaran, supaya kamu mengadili antara manusia dengan apa yang telah Allah wahyukan kepadamu, dan janganlah kamu menjadi penantang (orang yang tidak bersalah), karena (membela) orang-orang yang khianat. 

3.      Mu’jizat Al-Quran merupakan dalil yang pasti akan kebenaran Al-Quran itu datangnya dari Allah SWT. Mu’jizat Al-Quran bertujuan menjelaskan kebenaran Nabi Muhammad SAW, yang membawa risalah Illahi dengan suatu perbuatan yang diluar kebiasaan umat manusia[2]. Menurut para ahli ushul fiqh dan tafsir terlihat ketika ada tantangan dari berbagai pihak untuk menandingi Al-Quran itu sendiri. Kemu’jizatan Al-Quran, menurut para ahli ushul fiqh akan terlihat dengan jelas jika :
a)    Adanya tantangan dari pihak mana pun.
b)    Ada unsur-unsur yang menyebabkan munculnya tantangan tersebut, seperti tantangan orang kafir yang tidak percaya akan kebenaran Al-Quran dan kerasulan nabi Muhammad SAW, dan
c)    Tidak ada penghalang bagi munculnya tantangan tersebut.
Unsur-unsur yang membuat Al-Quran menjadi mu’jizat yang tidak pernah tertandingi oleh akal manusia, diantaranya adalah :
1)    Dari segi keindahan dan ketelitian redaksinya,
2)    Dari segi pemberitaan-pemberitaan gaib yang dipaparkan Al-Quran,
3)    Isyarat-isyarat ilmiah yang dikandung dalam Al-Quran[3],



1.2       Kehujjahan Al-quran Menurut Pandangan Ulama Mazhab.

Para ulama ushul fiqh sepakat bahwa Al-Quran merupakan sumber utama hukum Islamdan wajib diamalkan. Para mujtahid tidak dibenarkan menjadikandalil lain sebagai hujjahsebelum membahas dan meneliti ayat-ayat Al-Quran. Jika tidak ditemukan dalam Al-Quranbarulah dibenarkan mencari dalil yang lain.

A.    Pandangan Imam Abu Hanifah.

Abu Hanifah sependapat dengan jumhur bahwa Al-Quran merupakan sumber hukum pertama hukum Islam. Namun ia berbeda mengenai Al-Quran itu, apakah mencakup makna dan lafazh atau maknanya saja.

Di antara dalil yag menunjukan pendapat menurut Abu Hanifah bahwa Al-Quran hanya maknanya saja, Misalnya ia mengatakan boleh shalat dalam bahasa parsi walaupun tidak dalam keadaan madarat, tapi ini bagi orang pemula dan, tidak untuk seterusnya. Padahal menurut Imam Syafi’i sekalipun orang itu bodoh tidak dibolehkan membaca Al-Quran dangan mengunakan bahasa selain Arab.

B.     Pandangan Imam Malik.

Menurut Imam Malik, hakikat Al-Quran adalah kalam Allah yang lafazh dan maknanya dari Allah SWT. Ia bukanmakhluk, karena kalam adalah termasuk sifat Allah. Suatu yang termasuk sifat Allah, tidak dikatakan makhluk, bahkan dia memberikan predikat kafir zindiq terhadap orang yangmenyatakan Al-Quran makhluk.

Imam Malik juga sangat keberatan untuk menfsirkan Al-Quran seecara murni tanpa memakai atsar, sehingga beliau berkata,”seandainya aku mempunyai wewenang untuk membunuh seseorang yang menafsirkan Al-Quran (dengan daya nalar murni), maka akan kupenggal leher orang itu.

Dengan demikian, dalam hal ini Imam Malik mengikuti ulama salaf (sahabat dan tabi,in) yang membatasi pembahasan Al-Quran sesempit mungkin, agar tidak terjadi kebohongan atau tafsir serampangan terhadap Al-Quran, maka tidak herankalau  kitab nya Al-Muwaththa dan Al-Mudawwanah, sarat dengan pendapat sahabat dan tabi’in. Dan Malik pun mengikuti jejak mereka dalam cara mengunakan ra’yu.

Bedasarkan ayat 7 surat Ali-Imran, petunjuk lafazh yang terdapat dalam Al-Quran ada dua macam, yaitu muhkamat dan mutasyabihat (sesuai surah Ali Imran ayat 7).

1.      Ayat-ayat Muhkamat.
Ayat muhkamat adalah ayat yang tegas dan terang maksudnya serta dapat dipahami dengan mudah.

2.      Ayat-ayat mutasyabihat.
Ayat mutasyabihat adalah ayat-ayat yang mengandung beberapa pengertian yang tidak dapat ditentukan artinya, kecuali setelah diselidiki secara mendalam.

Pembagian Muhkamat Menurut Imam Malik.

Muhkamat terbagi kepada dua, yaitu lafazh dan nash. Imam Malik menyepakati pendapat ulama-ulama lain bahwa lafazh nash itu adalah lafazh yang menunjukan makna jelas dan tegas (qath’i) yang secara pasti maknanya lain, secara pasti dan jelas.lapaz Zhahir adalah lafazh yang menunjukkan makna yang jelas, namun masih mempunyai kemungkinan makna yang lain. Hanya saja lafazh nash didahulukan daripada lafazh zahahri Menurut Imam Malik, dilalah nash termasuk qath’i, sedangkan dilalah zhahri termasuk zhanni, sehingga bila terjadi pertentangan antara keduanya, maka yang didahulukan dilalah nash. Yang perlu di ingat adalah makna zhahir dasini adalah makna zhahir menurut pengertian Imam Malik.

C.     Pandangan Imam Syafi’i.

Menurut Imam Syafi,i, sebagaimana pendapat ulama yang lain, Imam Syafi’i menetapkan bahwa sumber hukum islam yang paling pokok adalah Al-Quran. Bahkan beliau berpendapat,”Tidak ada yang diturunkankepada penganut agama manapun,kecuali petunjuk terdapat didalam Al-Quran.”(asy-syafi,i, 1309:20) oleh karena itu Imam syafi’i senantiasa mencantumkan nash-nash Al-Quran setiap kali mengeluarkan pendapatnya. Sesuai metode yang digunakanya, yakni deduktif.

Namun, asy-syafi,i menggangap bahwa Al-Quran tidak bisa dilepaskan dari Sunnah. Karena kaitan antara keduanya sangat erat sekali. Kalau para ulama lain menganggap bahwa sumber hukum islam pertama Al-Quran dan kedua As-Sunnah, maka Imam Syafi’i berpandangan bahwa Al-Quran dan Sunnah itu berada pada satu martabat.(Keduanya wahyu Ilahi yang berasal dari Allah Firman Allah : (surat An-najm : 4 )
  
4. ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya).

Sebenarnya, Imam asy-Syafi’i pada beberapa tulisanya yang lain tidak menggangap bahwa Al-Quran dan sunah berada dalam satu martabat (karena dianggap sama-sama wahyu, yang berasal dari Allah), namun kedudukan sunnah tetap setelah Al-Quran.Al-Quran seluruhnya berbahasa Arab. Tapi Asy Syafi,i menggangap bahwa keduannya berasal dari Allah SWT. Meskipun mengakui bahwa diantara keduanya terdapat perbedaan cara memperolehnya. Dan menurut sunnah merupakan penjelas bagi keterangan yang bersifat umum yang berada di dalam Al-Quran.

Kemudain Asy Syafi’i menggangap Al-Quran itu seluruhnya itu berbahasa Arab, dan ia menentang mereka yang beranggapan bahwa di dalam Al-Quran terdapat bahasa ‘Ajam’ (luar Arab).

Dengan demikian, tak heran bila imam Syafi’i dalam berbagai pendapat sangat penting mengunakan bahasa Arab misalkan dalam shalat, nikah dan ibadah ibadah lainya. Dan beliau pun mengharuskan penguasaan bahasa Arab bagi mereka yang ingin memahami dan meng-istimbath hukum dari Al-Quran[4].

D.    Pandangan Imam Ahmad Ibnu Hambal.

          Pandangan Imam Ahmad, sama dengan Imam Syafi’i dalam memposisikan Al-quran sebagai sumber utama hukum Islam dan selanjutnya diikuti oleh Sunnah. Al-Quran merupakan sumber dan tiangnya agama islam, yang di dalmnya terdapat berbagai kaidahyang tidak akan berubah dengan perubahan jaman dan tempat[5]. Al-Quran juga mengandung hukum-hukum global dan penjelasan mengenai akidah yang benar, di samping sebagai hujjah untuk tetap berdirinya agama islam.

          Ahmad Ibnu Hambal sebagaimana para ulama lainnya berpendapat keduanya juga di anggap berada pada satu martabat, sehingga beliau sering menyebut keduanya dengan istilah nash (yang terkandung di dalamnya Al-Quran dan Sunnah). Dalam penafsiran Al-Quran ia betul-betul mementingkan Sunnah.

          Misalnya anak laki-laki haram berkhalawat dengan wanita yang bukan muhrimnya atau melihat auratnya, karena hal itu akan membawa perbuatan haram yaitu zina. Menurut jumhur, melihat aurat dan berkhalawat dengan wanitayang bukan muhrimnya itu disebut pendahuluan yag haram (muqaddimah al-hurmah).

          Para ulama sepakat tentang adanya hukum pendahuluan tersebut, tetapi mereka tidak sepakat adanya penerimaan sebagai dzari’ah. Ulama Malikiyah dan Hanabilah dapat menerima sebagai Fath adz-dzari’ah sedangkan ulama Safi’iyah, Hanafiyah, dan sebagian Malikiyah menyebutnya sebagai muqaddimah, tidak termasuk sebagai kaidah dzari’ah. Namun mereka sepakat bahwa halitu bisa dijadikan sebagai hujjah dalam menetapkan hukum.
         
Sikap Ahmad bin Hanbal dalam konteks ini ada tiga poin :

a.       Sesungguhnya zahir Al-Quran tidak mendahulukan As-Sunnah.
b.      Hanya Rasulullah saja yang berhak menafsirkan atau mentakwilkan Al-Quran.
c.       Jika tidak ditemukan tafsir dari Nabi, penafsiran sahabatlah yang digunakan, karena merekalah yang menyaksikan turunnya Al-Quran dan mendengarkan takwil dari Nabi.

Menurut Ibnu Taymiyah, Al-Quran hanya boleh ditafsirkan oleh atsar. Namun dalam beberapa pendapatnya ia menjelaskan kembali,jika tidak ditemukan dalam sunnah dan atsar sahabat, maka diambil penafsiran  tabii’in.
Alasan berhujjah (beragumentasi) dengan Al-Quran:

·         Alquran itu diturunkan kepada Rasulullah diketahui secara mutawatir dan ini memberikan keyakinan bahwa Al-Quran itu benar-benar datang dari Allah melalui Jibril.


KESIMPULAN

                 Al Qur’an merupakan sumber utama hukum islam yang diturunkan Allah SWT dan wajib diamalkan. Apabila hukum permasalahan yang ia cari tidak ditemukan dalam Al-Qur’an maka barulah mujtahid mempergunakan dalil lain.
            Abu Hanifah sependapat dengan jumhur bahwa Al-Quran merupakan sumber hukum pertama hukum Islam. Namun ia berbeda mengenai Al-Quran itu, apakah mencakup makna dan lafazh atau maknanya saja.
                 Menurut Imam Malik, hakikat Al-Quran adalah kalam Allah yang lafazh dan maknanya dari Allah SWT. Ia bukanmakhluk, karena kalam adalah termasuk sifat Allah. Suatu yang termasuk sifat Allah, tidak dikatakan makhluk, bahkan dia memberikan predikat kafir zindiq terhadap orang yangmenyatakan Al-Quran makhluk
      Menurut Imam Syafi,i, sebagaimana pendapat ulama yang lain, Imam Syafi’i menetapkan bahwa sumber hukum islam yang paling pokok adalah Al-Quran. Bahkan beliau berpendapat,”Tidak ada yang diturunkankepada penganut agama manapun,kecuali petunjuk terdapat didalam Al-Quran.”(asy-syafi,i, 1309:20) oleh karena itu Imam syafi’i senantiasa mencantumkan nash-nash Al-Quran setiap kali mengeluarkan pendapatnya. Sesuai metode yang digunakanya, yakni deduktif.
      Pandangan Imam Ahmad, sama dengan Imam Syafi’i dalam memposisikan Al-quran sebagai sumber utama hukum Islam dan selanjutnya diikuti oleh Sunnah.




DAFTAR PUSTAKA

Abdul Wahab Khalaf, Ilmu Ushul al-Fiqh, Kuwait: Dar Al-Qalam. 1983
Nasrun, Haroen, Ushul Fiqh, Jakarta: Logos wacana ilmu, 2001
M. Quraish Shihab, membumikan Al-quran: Fungsi dan Peranan Wahyu dalam Kehidupan masyarakat, bandung: Mizan, 1992
Syafi’i, Rahmat. Ilmu ushul Fiqh, Bandung: pustaka setia. 2010
Abu zahrah, Imam, Ushul Fiqh, Darul Fikri Al-Araby, 1958


[1] Abdul Wahab Khalaf, Ilmu Ushul al-Fiqh, Kuwait: Dar Al-Qalam.
[2] Nasrun, Haroen, Ushul Fiqh, Jakarta: Logos wacana ilmu, hal 28
[3] M. Quraish Shihab, membumikan Al-quran: Fungsi dan Peranan Wahyu dalam Kehidupan masyarakat, bandung: Mizan, 1992, hal
[4] Abu Wahab Khalaf, Ilmu Ushul al-Fiqh, Kuwait: Dar Al-Qalam.
[5] Syafi’i, Rahmat. Ilmu ushul Fiqh, Bandung: pustaka setia.
Read more